“Jika tak mau digoyang, SBY harus tegas dan tunjukkan kinerja,” begitulah sebuah judul di sebuah situs
Detik.com (7/12/09). Opini ini masih terkait dengan kesan tidak seriusnya Pemerintah terhadap pemberantasan korupsi, yang sebetulnya sudah dituangkan dalam target kerja 100 hari Pemerintahan SBY.
Pemberantasan terhadap virus “mafioso peradilan” oleh Pemerintah juga dianggap kurang tegas dan mengaburkan tekad pemberantasan korupsi. Puncaknya adalah ‘Skandal Century’ yang diduga sarat dengan pelanggaran undang-undang dan kepentingan politik kekuasaan. Lagi-lagi langkah dan pola penyelesaian kasus skandal besar ini tidak banyak berarti. Akhirnya, kekecewaan masyarakat makin berlipat dan mendorong lahirnya gerakan-gerakan sosial dengan berbagai motif. Sejumlah gerakan sosial ini lalu ditanggapi dengan pernyataan Presiden SBY yang justru dipandang oleh sebagian besar pengamat menambah keresahan masyarakat. Presiden SBY memperkirakan ada gerakan sosial yang akan menunggangi aksi hari korupsi tanggal 9 Desember (Detik.com, 7/12). Bahkan SBY tahu siapa target para demonstran. “Alhamdulillah, saya dapat pengetahuan yang relatif lengkap, tentang apa, siapa dan sasaran pada 9 Desember mendatang,” kata SBY dalam pidato di Rapimnas Demokrat, Minggu (6/12) kemarin (Vivanews, 7/12).
Tiga Hal yang Perlu Disadari
Terkait dengan masalah korupsi, ada tiga hal yang harus dipahami masyarakat. Pertama: fakta korupsi dan skandalnya. Kedua: kewajiban pemberantasan korupsi. Ketiga: akar masalah dan pemecahan finalnya.
Pemahaman terhadap tiga hal ini akan menjadikan rakyat sadar dan tidak terjebak menjadi tumbal dari berbagai intrik kekuasaan yang pada akhirnya bisa menjadikan nasib rakyat makin mengenaskan.
Terkait dengan hal pertama, jelas tidak akan ada asap bila tidak ada api. Kalau benar pengucuran dana talangan (bail-out) atas Bank Century sebesar Rp 6,7 Triliun itu adalah keputusan yang benar, mestinya tidak perlu terjadi kehebohan seperti sekarang ini. Saat ini di DPR sudah dibentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelidiki skandal Bank Century. Muncul pula sejumlah demonstrasi dan pernyataan para tokoh di mana-mana, yang menuntut Pemerintah menuntaskan Kasus Century. Sebelumnya, Jusuf Kalla, saat masih menjabat sebagai Wapres, bahkan telah mengatakan bahwa kasus Century merupakan perampokan uang negara. Semua ini menunjukkan bahwa pasti ada yang tidak beres dari keputusan Pemerintah untuk mengeluarkan dana talangan tersebut.
Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy melihat bahwa penetapan bank Century sebagai Bank gagal berdampak sistemik oleh BI sehingga perlu ada kebijakan dana talangan untuk menyelamatkannya semata-mata hanya didasarkan pada analisis yang bersifat psikologi pasar dan mengesampingkan analisis kuantitatif terhadap kondisi Bank Century. Sebab, secara kuantitatif Bank Century semestinya langsung ditutup dan tidak berhak mendapatkan dana talangan.
Sebagai konsekuensi ditetapkannya Bank Century menjadi ‘bank gagal berdampak sistemik’ maka diberikanlah kucuran dana untuk menstabilkan kondisi CAR Bank Century dari negatif 3,53% agar menjadi posistif 8%. Berdasarkan perhitungan, dana untuk menaikkan CAR tersebut agar positif 8% adalah hanya sebesar Rp 632 milliar. Namun, nyatanya dana yang dicairkan untuk “penyelamatan” Bank Century tersebut adalah sebesar Rp 6,76 Triliun. Lalu ke mana larinya dana-dana tersebut; kepada siapa dan untuk keperluan apa? Ironisnya, pada saat yang sama, ribuan nasabah kecil dari Bank Century ini terus melakukan protes karena uang mereka tidak kunjung kembali.
Kedua: korupsi adalah tindakan yang diharamkan Islam dan menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk mencegahnya. Dalam hal ini, penguasa menjadi pilar utamanya. Bahkan kewajiban utama ada di pundak penguasa untuk membersihkan seluruh tindak kriminal “korupsi” di jajaran dan struktur pemerintahannya, yang posisinya adalah pelayan rakyat. Pasalnya, selain haram secara syar’i, korupsi juga mengakibatkan hak-hak rakyat terabaikan. Karena “virus berbahaya” ini, pada akhirnya kekuasan tidak menjadi sarana untuk melayani rakyat, tetapi malah menjadi alat menipu dan menzalimi rakyat demi kemewahan pribadi atas nama rakyat. Karena itu, tidak salah jika sebagian pengamat menilai, seharusnya Presiden SBY hadir bergabung dengan masyarakat yang peduli pada pemberantasan korupsi, bukan malah mengeluarkan pernyataan yang seolah-oleh menghalangi gerakan antikorupsi.
Ketiga: ketidakpuasaan sebagian pihak terhadap pemerintahan SBY mungkin menjadikan momentum yang dianggap tepat (missal: Hari Anti Korupsi, 9/12) sebagai pintu masuk untuk meloloskan kepentingan-kepentingan politik. Jika pernyataan SBY akan adanya gerakan sosial dengan motif menggulingkan kekuasaan itu benar (berdasarkan pasokan data intelijen) seperti yang diungkap dalam berbagai milis/situs, maka di sini rakyat harus waspada, jangan sampai gerakan tersebut hanya dijadikan sebagai alat untuk tawar-menawar kekuasaan pihak-pihak tertentu, yang tentu jauh dari kepentingan rakyat. Rakyat juga harus sadar, bahwa terkait dengan banyaknya kasus korupsi, akar masalah sekaligus solusinya harus segera ditemukan.
Tinggalkan Sistem dan Rezim Korup!
Skandal Bank Century adalah bukti kesekian kali dari rapuhnya sistem perbankan/keuangan nasional yang berbasis ribawi dan birokrat yang berjiwa korup. Sistem perbankan/keuangan ribawi adalah bagian dari sistem ekonomi Kapitalisme yang sayangnya tetap dipertahankan keberadaannya di negeri ini. Karena itu, Skandal Century ini seharusnya semakin meneguhkan keyakinan masyarakat akan kebobrokan sistem perbankan/keuangan ribawi khususnya dan sistem ekonomi Kapitalisme pada umumnya. Sebagai gantinya, masyarakat harus menuntut penerapan sistem ekonomi yang adil, yang bersumber dari Zat Yang Mahaadil. Itulah Sistem Ekonomi Islam.
Skandal ini juga menjadi momentum pembuktian untuk kesekian kalinya, bahwa sistem sekular dan rezim korup yang tengah berkuasa memang tidak bisa dipercaya. Karena itu, sistem dan rezim yang korup ini harus segera ditinggalkan.
Jika rakyat menghendaki perubahan, mereka harus memahami perubahan seperti apa yang hendak diwujudkan, dan bagaimana pula caranya agar perubahan tersebut bisa diwujudkan. Tentu saja rakyat negeri ini yang mayoritas Muslim sejatinya menghendaki perubahan ke arah Islam dan dengan cara-cara yang juga islami. Perubahan ke arah Islam tentu mensyaratkan dua hal: (1) mengubur dalam-dalam sistem dan rezim korup, yang notabene sekular; (2) menegakkan sistem dan pemerintahan Islam, yakni syariah dan Khilafah.
Adapun cara-cara islami untuk mewujudkannya tentu saja harus mengikuti manhaj (metode) Nabi saw. yang bersifat damai dan tidak anarkis. Cara (tharîqah) yang harus ditempuh tentu bukan sekadar dengan demonstrasi dan aksi keprihatinan; juga bukan dengan ‘revolusi jalanan’. Pasalnya, mengganti rezim sekaligus sistem yang korup tidak cukup dengan mengganti individu-individu penguasa/pejabatnya (karena negara bukan hanya sekumpulan individu penguasa/pejabat), melainkan juga harus dengan mengganti sistem/perundang-undangan. Semua itu harus diawali dengan cara mendidik masyarakat dengan akidah dan syariah Islam, yang akan menjadikan mereka memiliki pemikiran dan perasaan islami. Jika mayoritas masyarakat telah memiliki pemikiran dan perasaan islami, pasti mereka dengan sendirinya akan terdorong untuk menuntut penerapan akidah dan syariah Islam itu secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan (mencakup aspek ritual, spiritual, ekonomi, politik, sosial, militer, dll). Jika sudah demikian, maka yang dibutuhkan adalah melakukan langkah thalab an-nusrah (menggalang pertolongan) dari simpul-simpul kekuasaan atau pihak-pihak yang memiliki sifat yang bisa memberikan man’ah (perlindungan) dan kemampuan mewujudkan apa yang menjadi keinginan umat. Sesungguhnya cara inilah yang telah ditempuh Baginda Rasulullah saw. dalam melakukan perubahan sosial dan politik ke arah Islam.
Wahai kaum Muslim:
Masih belum cukupkah karut-marut negeri ini membuka matalahir dan matabatin kita tentang betapa bobroknya sistem dan rezim yang ada saat ini? Masih belum cukupkah berbagai skandal korupsi, mafia peradilan dan kezaliman hukum saat ini menyentakkan kesadaran kita tentang betapa busuknya sistem Kapitalisme dan rezim sekular ini? Masih harus berapa banyak lagi kasus, skandal bahkan krisis dibutuhkan untuk membangkitkan kesadaran kita bahwa hanya syariah dan Khilafah saja yang benar-benar bisa menjadi satu-satunya jalan keluar dan solusi untuk menyelesaikan seluruh kasus, skandal bahkan berbagai krisis (moral, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dll) yang sudah tak terhitung lagii?
Lebih dari itu, masih harus berapa lama lagi kita bermaksiat dengan terus mencampakkan hukum-hukum Allah SWT dan malah tetap betah berkubang dalam hukum-hukum Jahiliah ini? Haruskah kita menunggu sampai ajal menjemput kita, atau sampai negeri dan bangsa ini benar-benar hancur, sehancur-hancurnya?
Wahai kaum Muslim:
Ingatlah, Allah SWT telah mengingatkan kita:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), baginya kehidupan yang sempit dan di akhirat kelak Kami akan membangkitkannya dalam keadaan buta (QS Thaha [20]: 124).
Allah SWT juga telah mencela kita:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Allah SWT pun telah memanggil kita:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا ِللهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian untuk menuju sesuatu yang menghidupkan kalian (QS al-Anfal [8]: 24).
Wahai kaum Muslim:
Marilah kita sambut tegaknya sistem Islam (syariah) dengan pemerintahan yang amanah (Khilafah). Hanya dengan syariah dan Khilafahlah Indonesia akan benar-benar bersih dari sistem dan rezim yang korup. Itulah sistem Islam yang diterapkan secara kaffah oleh seorang khalifah. Wallâhu a’lam. []