Tradisi Halloween Digugat Pihak Gereja

Selasa, 27 Oktober 2009

Sebuah gereja di Great Manchester pernah membatalkan rencana pemesanan aula oleh sebuah kelompok masyarakat yang akan menggelar acara Halloween

Hidayatullah.com--Bagi kebanyakan orang, perayaan Halloween —tradisi perayaan malam tanggal 31 Oktober di mana anak-anak di negara-negara berbahasa Inggris berpakaian aneh menyerupai setan, berkeliling dari pintu ke pintu rumah tetangga untuk meminta permen dengan berkata “trick or treat”—identik dengan kostum menarik dan camilan manis.

Tapi, bagi sebagian orang tua di Inggris, perayaan itu tidak lagi sekadar “permainan” anak-anak, lantaran tulisan di majalah komunitas Kristen di Lembah Belvoir, Inggris, yang menyatakan bahwa bocah-bocah yang terlibat dalam perayaan Halloween sejatinya berada di pihak setan.

Menurut artikel berjudul “Halloween Isn’t a Treat--Don’t Be Tricked” (Halloween bukan sesuatu yang menyenangkan--jangan tertipu), upaya meminta imbalan berupa manisan agar orang yang dimintai tidak mendapat gangguan, sama dengan pemerasan dan tindak kriminal.

“Perayaan Halloween berkonsentrasi pada perbuatan setan; bersenang-senang dengan situasi yang bisa membahayakan,” demikian tukilan artikel majalah Belvoir Angel yang diterbitkan dan didistribusikan oleh kumpulan sembilan paroki gereja di wilayah tersebut dan sekitarnya—Leicestershire dan Nottinghamshire.

Namun, tidak semua pembaca setuju dengan isi artikel tersebut. Mereka bahkan sangat marah dan mengatakan tulisan itu sangat tajam dan menjengkelkan.

“Tulisannya sangat berani, mengatakan bahwa siapa saja yang melakukan trick or treat, sama dengan menyembah setan. Kami tidak berpikir seperti itu, bagi kami ini hanya sedikit bersenang-senang,” ujar Mariel Heald, salah seorang pembaca yang berdomisili di Stather, Leicesthershire, Inggris.

“Menurutku gereja sudah bertindak melampaui batas, dan aku bukan satu-satunya orang yang menyayangkan isi artikel itu!” tegas Heald, sebagaimana diberitakan Daily Mail.

Sekitar 500 eksemplar majalah Belvoir Angel dibagikan secara gratis ke gereja-gereja maupun penghuni di wilayah tersebut.

Dan, tukilan artikel yang kontroversial itu berbunyi: “Pada malam Halloween, orang-orang yang biasanya taat terhadap hukum, merusak rumah-rumah tetangga mereka.

“Dalam beberapa kasus, orang-orang ini menebar ketakutan, khususnya bagi kaum manula.

Merayakan Halloween berarti kita berada di pihak setan dan segala perbuatannya.”

Sementara Troy Jekinson, yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah Stathern Primary School, menegaskan bahwa orang yang merayakan Halloween bukan berarti berada di pihak setan.

“Ini hanya cara yang baik bagi kelurga untuk bersenang-senang dengan cara yang aman, meski tanpa harus melakukan trick or treat ke rumah-rumah,” jelas Jekinson.

Peter Briant, editor Belvoir Angel, mengatakan bahwa artikel itu berisi peringatan agar orang-orang tidak “tergelincir” dan masuk dalam perangkap setan.

“Jika para pembaca tidak setuju, itu adalah pendapat mereka,” tukas Briant, seraya menambahkan bahwa isi artikel itu telah mendapat persetujuan dari para uskup setempat.

Sementara sebelumnya pada awal tahun ini, sebuah gereja Katolik di Great Manchester, membatalkan rencana pemesanan aula oleh sebuah kelompok masyarakat yang akan menggelar acara Halloween. Tradisi Halloween berasal dari perayaan Festival Samhain oleh bangsa Celtic pada 2.000 tahun yang lalu—menandai pergantian tahun yang jatuh pada 1 November.

Pada malam itu, orang Celtic percaya bahwa batas antara dunia orang mati dan dunia orang hidup menjadi kabur, sehingga arwah orang mati dapat memasuki dunia orang hidup—itulah mengapa pada malam Halloween, anak-anak mengenakan kostum seperti setan yang merupakan gambaran dari dunia orang mati. [dailymail/gry/www.hidayatullah.com]

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
free counters

Entri Populer